N. Firmansyah: "Kerja Remote Tidak untuk Semua Orang, Jangan Asal Latah"

Author
Ditulis olehTim Loker • Update 28 Januari 2025
Rubrik Profil

n-firmansyah-pekerja-remote-dan-ai-tahun-2025

Kira-kira seperti itulah pesan N. Firmansyah saat ngobrol dengan Loker ID dalam menanggapi tren bekerja remote yang sedang ramai saat ini. Setiap metode pekerjaan selalu ada plus minusnya, dan setiap orang punya kebutuhan dan gayanya masing-masing. Tidak perlu memaksakan diri kalau memang hanya sekadar mengikuti tren atau mendengar yang manis-manisnya saja. "Remote tidak selalu seindah yang kelihatannya, kenali potensi diri dan maksimalkan saja, semua pekerjaan ada plus minusnya," jelas profesional dalam bidang pengembangan konten yang sudah bekerja remote sampai ke UK ini.

Firmansyah sendiri bekerja remote tanpa sengaja, semenjak terkena layoff delapan tahun lalu. Saat ini selain menjalani karier sebagai remote worker, Firmansyah juga mengembangkan AI newsletter sebagai bentuk respons dari perkembangan digital dan AI dalam industri kreatif konten.

Simak percakapan Loker ID dan Firmansyah untuk mendapatkan perspektif menarik mengenai remote working dan AI!

Apa yang membuat Anda memutuskan untuk menjadi seorang remote worker, terutama di bidang pengembangan konten?

Perjalanan saya menjadi remote worker dimulai setelah saya kena layoff tahun 2016 oleh salah satu perusahaan teknologi ternama saat itu. Pada tahun yang sama, saya mendapatkan tawaran dari perusahaan Vietnam yang hendak melakukan ekspansi bisnis ke Indonesia, tetapi belum memiliki anggaran yang cukup untuk membangun entiti sendiri. Setelah mengobrol cukup panjang, kami sepakat untuk bekerja secara remote. Di sinilah titik karier saya sebagai remote worker dimulai hingga kini sedang dan pernah bekerja secara remote untuk perusahaan-perusahaan di Singapura, Vietnam, UK, dan Indonesia. Sebagian besar pekerjaannya mencakup pengembangan konten website dan media sosial karena memang itulah bidang yang saya tekuni sejak awal karier.

Apa yang paling menarik Anda dari pekerjaan sebagai remote worker, khususnya saat bekerja di luar Indonesia?

Budaya kerja. Dari bekerja dengan perusahaan dari luar Indonesia, terutama lintas benua, saya jadi mengerti sedikit-banyak budaya kerja antara perusahaan Asia, Eropa, dan jadi bisa membandingkannya dengan Indonesia. Salah satu budaya di tempat kerja di Indonesia yang mungkin hampir tidak pernah ditemui di luar negeri adalah basa-basi. Selama hampir satu dekade bekerja di perusahaan luar negeri, saya hampir tidak pernah berbasa-basi dan selalu fokus pada penyelesaian masalah di pekerjaan.

Bagaimana Anda mengatur waktu dan produktivitas saat bekerja dari berbagai lokasi dan zona waktu yang berbeda?

Pertama, saya menetapkan jam kerja yang sebisa mungkin tidak mengganggu waktu lainnya untuk mengurangi distraksi saat bekerja. Kedua, saya selalu melihat jenis pekerjaannya, apakah bisa dilakukan dengan fleksibel secara waktu, atau harus mengikuti jam kerja di negara itu. Biasanya saya akan melakukan negosiasi untuk jam kerja sehingga saya tetap punya waktu istirahat yang cukup, tapi juga punya waktu kerja yang bersisian dengan rekan kerja dari negara lain.Misalnya ketika saya bekerja di salah satu perusahaan dari UK, kami bersepakat untuk meeting pada waktu yang tidak memberatkan satu sama lain. Pagi waktu UK = sore waktu Indonesia.

pengalaman-firmansyah-pekerja-remote-tahun-2025

Apa saja tantangan terbesar yang pernah Anda hadapi saat bekerja sebagai remote worker, terutama soal perbedaan budaya dan bahasa?

Tantangan terbesar yang pernah saya hadapi ketika bekerja sebagai remote worker adalah ketika ada meeting mendadak yang waktunya tidak tepat seperti saat saya sedang makan siang, atau ketika saya baru mau tidur. Ihwal budaya, saya tidak merasakannya sebagai sebuah tantangan karena sejak dulu ternyata saya memiliki kesamaan budaya kerja yang sudah saya terapkan secara pribadi.

Bisa Anda ceritakan lebih detail tentang pekerjaan Anda saat ini di Influencer and Digital Marketing Agency? Apa saja jenis konten yang Anda buat dan untuk siapa?

Bekerja di Influencer & Digital Marketing Agency tempat saya bekerja sekarang pada dasarnya sama saja dengan di tempat lain. Sehari-hari, saya membuat content plan untuk client dan perusahaan, mulai dari media sosial hingga website. Saya juga menjadi jembatan antara brand dengan influencer dalam menjalankan influencer marketing—memastikan semuanya sesuai dari A-Z, mulai dari negosiasi dengan client dan influencer, menyelaraskan brand message di dalam brief, eksekusi, pelaporan, hingga action plan untuk campaign selanjutnya. Selain itu, kami juga mengembangkan berbagai AI Tools untuk berbagai kebutuhan sebagai bentuk komitmen kami sebagai Digital Marketing Agency yang mengedepankan inovasi teknologi.

Bagaimana Anda terus mengembangkan keterampilan menulis dan kemampuan beradaptasi dengan tren terbaru dalam dunia konten?

Membaca. Saya senang membaca apa saja, termasuk tren. Saya punya habit baca buku setiap pagi setelah bangun tidur dan sebelum memulai aktivitas lainnya. Kebiasaan membaca ini terbawa ke pekerjaan dan membuat saya terus “lapar” dengan informasi dan selalu memosisikan diri sebagai gelas kosong yang siap diisi.

Dalam konteks tren, saya selalu melakukan riset setidaknya sekali seminggu untuk memastikan saya tahu tren terbaru dari industri yang saya geluti. Saya memadukan beberapa tools untuk membantu riset dan menulis konten untuk berbagai platform.

Apa yang membuat Anda tertarik untuk mengembangkan newsletter mengenai AI? Bagaimana Anda memilih topik dan menyajikan informasi yang kompleks dengan cara yang mudah dipahami oleh pembaca awam?

Hal ini dipicu beberapa faktor. Salah satunya adalah perusahaan tempat saya bekerja yang juga mengembangkan produk AI sendiri, sehingga mau tidak mau saya juga harus keep up dengan industri AI terbaru untuk memahaminya. Dari situ jalan saya jadi lebih terbuka untuk membangun personal branding di LinkedIn agar dikenal sebagai LinkedIn AI-focused Creator, maka saya buatlah Artifisial

Newsletter sebagai jembatan untuk mendukung saya membangun personal branding tersebut.

Pemilihan topik yang disajikan dalam neswletter saya sebetulnya relatif sederhana—mengumpulkan sebanyak mungkin informasi seminggu terakhir, lalu merangkumnya dan menulis ulang dengan bahasa yang sederhana dan mudah dipahami, dibagi menjadi beberapa bagian sesuai porsi, dan diselingi dengan hal menarik lainnya agar lebih variatif dan tidak membosankan.

firmansyah-dan-kerja-remote-tahun-2025

Bagaimana Anda memandang AI dalam industri kreatif perkontenan dan bagaimana kita bisa bersahabat atau bahkan menjadikan AI sebagai partner?

Dalam hal apa pun akan selalu ada dua sisi orang: yang pro dan yang kontra. Saya sendiri termasuk orang yang selalu mencari sisi positifnya dulu, termasuk ketika AI ini muncul—Saya langsung ngulik bagaimana saya bisa memanfaatkannya untuk membantu pekerjaan saya dan menghemat waktu saya.

Jika kita memandang dari sisi positif, AI adalah hal bagus yang bisa menjadi partner untuk brainstorming, mengoreksi pekerjaan, atau membantu mengerjakan pekerjaan yang repetitif sehingga kita sebagai manusia akan bertindak sebagai supervisorhuman touch selalu masih dibutuhkan, sesuatu yang tidak (atau belum) dimiliki oleh AI.

Apa saran Anda bagi orang yang ingin memulai karier sebagai remote worker di bidang pengembangan konten?

Mulai bangun portofolio dan personal branding. Cari tahu kelebihan kita, lalu maksimalkan. Setelah itu, mulai bangun koneksi dengan orang-orang di industri yang sama untuk membuka peluang. Membangun koneksi, ya, bukan meminta pekerjaan. Berdasarkan pengalaman, orang yang kompeten di bidangnya bukan menawarkan diri untuk bekerja, melainkan ditawari. Keep being professional. Bangun kesan profesional sehingga HR, founder, atau pemilik perusahaan bisa melihat kompetensi kita.

Apa alat dan teknologi apa saja yang tidak bisa Anda hidup tanpanya sebagai seorang remote worker?

Internet dan laptop. Dua hal ini adalah nyawa para remote worker di seluruh dunia. Bagi pekerja jarak jauh, Internet tanpa laptop tidak ada gunanya, begitu pula sebaliknya.

Punya pandangan mengenai dinamika dunia kerja saat ini? Mengenai proses perekrutan, susahnya mencari kerja, dan drama dunia kantor?

Beberapa bulan terakhir saya melihat tren bekerja secara remote sedang meningkat tajam. Beberapa koneksi saya di LinkedIn sampai membuat grup khusus yang anggotanya sampai ribuan orang, dan beberapa orang lainnya bahkan meminta tips dan trik kepada saya bagaimana caranya bisa bekerja secara remote.

Saya tidak punya jawaban yang pasti, karena bisa bekerja remote atau tidak tentu sangat bergantung pada kebijakan pemberi kerja. Namun yang pasti, sebelum mencari pekerjaan remote kita harus memastikan dulu kita sudah siap secara mental maupun equipment untuk kerja. Dan yang perlu dicatat: 1) tidak semua orang mampu bekerja secara remote, dan 2) kamu tidak harus bekerja remote.

Kalau ingin bekerja remote hanya karena biar bisa kerja dari rumah punya lebih banyak waktu, lebih baik buka usaha di rumah saja karena waktunya bisa kita atur sendiri. Kalau ingin bekerja remote hanya biar kelihatan keren, mending buang jauh-jauh pemikiran itu karena kerja remote tidak selalu seindah yang kelihatannya. Tiap pekerjaan selalu ada plus-minusnya, termasuk kerja remote. Jadi kenali potensi diri dan maksimalkan saja. Result will follow.

Pengalaman kerja remote lainnya bisa Anda baca di artikel Irvan Daniansyah: Kerja Remote di Luar Negeri Bukan Cuma Modal Skill dan Pengalaman.