Spill Dunia HR dan Pengalaman Saat Menjadi Kandidat Bersama Berlian Triatma
Dulu HR dipandang sebagai fungsi yang tugasnya administratif saja. Namun kini, HR berperan penting untuk memenangkan bisnis perusahaan. Intervensi HR melalui Organization Development, Learning and Development, serta Talent Management memiliki impact yang sangat signfikan bagi kemajuan sebuah perusahaan. "Aset terbesar sebuah organisasi adalah manusianya, bila kita bisa memenangkan manusianya, kita akan memenangkan bisnis," demikian penjelasan Berlian Triatma seorang Human Capital Manager menanggapi perubahan yang terjadi dalam lingkup HR yang dialaminya sejak ia mulai berkarier.
Bukan hanya job seeker, HR juga punya cerita. Karena sebelum menjadi HR, HR memulainya dari kandidat. Yuk, simak penuturan Berlian mengenai perkembangan dunia HR saat ini, spill-spill dunia HR serta pengalamannya ketika menjadi kandidat. Gas langsung ya!
Halo salam kenal..terimakasih ya sudah bersedia diwawancara. Boleh diceritakan bagaimana sampai akhirnya Anda menjadi seorang Human Capital Manager? Bagaimana Anda memulai karier di bidang Human Resource dan apa yang memotivasi Anda untuk terus berkecimpung di bidang ini?
Pasca lulus dari Fakutas Psikologi Universitas Indonesia, saya langsung berkecimpung di dunia HR. Di awal karir, saya bekerja sebagai Learning & Development officer. Karir saya terus menanjak hingga mencapai level manajerial dalam waktu yang terbilang singkat, yakni setelah sekitar 3 tahun bekerja. Kini saya dipercaya menjadi HR Manager di salah satu Digital Marketing Agency yaitu 5758 Creative Lab.
Di luar pekerjaan utama, saya juga aktif mengajar di online course dan bootcamp HR hingga sekarang. Selain itu, saya juga menjadi konsultan HR ataupun trainer untuk berbagai institusi mulai dari perusahaan, rumah sakit, organisasi keprofesian, hingga institusi pendidikan.
Motivasi saya dilandasi kecintaan saya terhadap dinamika hubungan interpersonal. Dalam ranah dunia kerja, tentu HR adalah tempat yang fit untuk saya. Selain itu, misi hidup saya adalah menjadi manusia yang bermanfaat bagi sesama. Sebagai seorang HR, sudah tentu saya berkesempatan membantu sesama manusia yang ada di organisasi untuk bisa bertumbuh dan berkembang.
Kalau tidak salah, terkait bidang pendidikan, Anda sebelumnya mengambil Antropologi kemudian pindah ke Psikologi? Apa yang mendorong Anda melakukan perpindahan studi?
Alasannya sederhana, saya sangat suka belajar terutama ilmu sosial. Tetapi pada praktiknya tidak mudah kuliah di dua jurusan secara bersamaan di Universitas Indonesia. Saya memutuskan fokus di Psikologi.
Keterampilan atau pengetahuan apa yang menurut Anda paling penting bagi seorang Human Capital Manager di era digital saat ini?
Era digital memang membuat banyak pekerjaan HR bisa terotomatisasi dengan mudah. Mulai dari proses recruitment hingga performance appraisal, semua bisa dibantu oleh teknologi. Apalagi sekarang sudah ada AI.
Namun, betapapun pesatnya perkembangan teknologi dan digitalisasi, yang paling penting adalah manusia dibaliknya. Man behind the gun. Bagaimana kompetensi HR yang penting? Bagi saya, yang pertama adalah business acumen. Seorang HR harus memahami bisnis dan bagaimana business process di setiap role pekerjaan yang ada di organisasi. Ini penting karena intervensi atau kebijakan HR haruslah bertujuan untuk memenangkan bisnis. Bila seorang HR tidak paham domain business knownledge perusahaan, saya rasa fungsi HR nya akan tidak optimal.
Kedua, adalah integritas. HR harus lebih putih dari kertas putih. Zero fraud.
Ketiga adalah empati. Ya, empati ini mutlak diperlukan. Seorang HR yang baik bagi saya adalah yang bisa menjadi konselor bagi para karyawan. Kita perlu berempati untuk bisa mengenal setiap karyawan dengan lebih komprehensif. Manusia itu unik, setiap individu perlu pendekatan yang berbeda. Empati adalah kuncinya.
Selain tugas-tugas umum seperti rekrutmen dan pengembangan karyawan, apa saja tanggung jawab lain yang seringkali tidak diketahui orang tentang peran Human Capital Manager?
Sebagai business partner dari direksi, HR punya kewajiban memenangkan bisnis dengan berbagai cara. Pertama, adalah change management. Dalam menghadapi perubahan organisasi, seperti restrukturisasi atau pengadopsian teknologi baru, HR memainkan peran kunci dalam mengelola dampaknya terhadap karyawan. Ini termasuk komunikasi, pelatihan, dan memastikan adaptasi yang mulus.
Kedua, HR perlu memahami risiko yang terkait dengan manajemen SDM, termasuk isu kepatuhan terhadap regulasi ketenagakerjaan, konflik karyawan, serta risiko keamanan data karyawan.
Ketiga, HR terlibat dalam mengidentifikasi pemimpin masa depan dan mengembangkan rencana suksesi untuk posisi strategis. HR dalam hal ini juga menilai kemampuan manajerial dan kepemimpinan di seluruh organisasi untuk rencana suksesi tersebut.
Sebenarnya masih banyak lagi namun tiap perusahaan berbeda-beda kebutuhannya.
Dalam konteks kekinian, HR juga melakukan fungsi people analytics yakni bagaimana HR menggunakan data untuk mendapatkan insight yang nantinya akan dijadikan landasan dalam menyusun strategi dan eksekusinya.
Bagaimana Anda mengukur keberhasilan program-program HR yang Anda jalankan?
Di 5758 Creative Lab, tempat saya bekerja saat ini, saya mengukur kinerja HR dari outcome-nya alih-alih output-nya. Kami menggunakan OKR sebagai framework-nya. Dengan framework ini, kami tidak mengukur program-program HR, namun lebih ke outcome-nya seperti kualitas karyawan direkrut dan kenaikan performa karyawan. Hal ini dimaksudkan agar impact dari HR lebih tajam, bukan sekadar program-program yang belum tentu align dan berdampak dengan tujuan bisnis perusahaan.
Apa tantangan terbesar yang Anda hadapi dalam menjalankan peran sebagai Human Capital Manager, dan bagaimana Anda mengatasinya?
Menjadi orkestrator dan komunikator yang andal untuk menyelaraskan setiap fungsi di perusahaan adalah hal sangat menantang sebagai HC Manager. Ada kemampuan negosiasi, empati, berpikir analitis, dan kritis di sana. Untuk itu, saya selalu menggunakan pendekataan interpersonal. Cara berkomunikasi ke tiap orang tentu saya bedakan. Di sinilah letak seninya.
Bagaimana Anda melihat kondisi pasar kerja di Indonesia saat ini, khususnya dalam hal persaingan antar calon karyawan dan tantangan yang dihadapi perusahaan dalam mencari talent yang tepat?
Mungkin hampir seluruh recruiter merasakan apa yang saya rasakan. Kondisi pasar kerja di Indonesia saat ini sangat ketat. Jumlah pelamar banyak namun kursi yang tersedia terbatas. Menariknya, dari sekian banyak pelamar itu, hanya sebagian kecil yang fit dengan kriteria. Artinya ada kesenjangan ketersesuaian profil antara permintaan dan penawaran kerja yang tersedia.
Apa pendapat Anda tentang kesenjangan antara ekspektasi job seeker dan apa yang ditawarkan perusahaan saat ini?
Bila ekspektasi yang dimaksud adalah terkait compensation and benefit yang didapatkan karyawan, kita perlu hat-hati dalam melihat hal ini.
HR yang baik seharusnya sudah punya patokan salary bagi setiap pemegang jabatan di perusahaan. Prosesnya cukup panjang, namanya Job Evaluation, output-nya adalah Salary Structure dan Grading.
HR juga menyesuaikan dengan kondisi internal perusahaan, sehingga boleh jadi satu jabatan di perusahaan berbeda dengan di perusahaan lainnya. Ekspektasi dari Job Seeker itu hal yang sangat lumrah. Bila tidak sesuai, ya jangan diambil. Carilah perusahaan yang benar-benar menghargai kapasitas Anda dengan adil.
Bagaimana menurut Anda relasi antara job seeker dan HR saat ini? Apa yang bisa dilakukan untuk meningkatkan kualitas hubungan ini?
Pertama menjalin koneksi. Minimal perkenalkan diri Anda dan tunjukkan apa yang Anda punya. Ini adalah tips agar kita di-notice oleh recruiter. Jangan lupa, setelah koneksi terjalin, binalah hubungan itu dengan baik sebab bisa jadi suatu saat nanti pintu rezeki akan datang dari orang-orang yang Anda jaga hubungan baiknya selama ini.
Apa saran Anda bagi para job seeker di Indonesia untuk meningkatkan peluang mereka mendapatkan pekerjaan yang diinginkan?
Mendapatkan pekerjaan itu satu hal, mendapatkan pekerjaan yang diinginkan itu lain hal. Untuk yang kedua ini, saran saya adalah tentukan prioritas hidup Anda. Bila Anda sangat membutuhkan pekerjaan untuk kelangsungan hidup, saya rasa pilih-pilih kerja bukan opsi yang bijak. Anda bisa bekerja apa saja sambil terus berupaya mencari pekerjaan yang sesuai keinginan Anda. Dan boleh jadi, apa yang awalnya Anda tidak suka ternyata adalah sesuatu yang Anda nikmati di kemudian hari.
Menurut Anda, mengapa banyak orang merasa sulit untuk menemukan pekerjaan yang sesuai dengan kualifikasi mereka?
Saya rasa memang seiring cepatnya perkembangan teknologi, lowongan-lowongan pekerjaan baru dengan Scope of Work yang baru akan terus bermunculan. Itulah kenapa banyak fresh graduate yang tidak bisa serta merta mendapatkan pekerjaan apalagi bila profilnya tidak match dengan kebutuhan industri karena ilmu yang dipelajari di kampus sudah tidak lagi relevan.
Bila Job Seeker tidak berpacu untuk belajar dan mengasah kemampuan agar kompetensinya fit dengan industri, saya rasa akan sulit untuk mendapatkan pekerjaan. Kemampuan belajar dengan cepat, adaptabilitas, dan agility wajib dimiliki oleh Job Seeker. Toh, sekarang kita bisa belajar dari mana saja, bukan?
Apa peran teknologi dalam mempermudah atau mempersulit proses pencarian kerja?
Dengan Job Portal, ATS, dll. HR sangat terbantu mencari kandidat. Sebaliknya, karyawan juga sangat dimudahkan untuk melamar kerja. Namun itu juga berarti persaingan semakin ketat. Satu sisi kita termudahkan oleh teknologi, sisi lain persaingan juga meningkat untuk karyawan. Saya rasa itu dua hal yang niscaya.
Bagaimana perusahaan dapat lebih efektif dalam menarik dan mempertahankan talenta terbaik di tengah persaingan yang ketat?
Setiap perusahaan harusnya memiliki Employee Value Proposition-nya masing-masing. EVP tersebut perlu align dengan kebutuhan dan kondisi perusahaan. Sebagai contoh, bila perusahaan tersebut mayoritas pekerjanya adalah gen z, mungkin kita bisa mainkan compensation benefit package yang sesuai dengan gen z semisal voucher gym, netflix, dan sebagainya. Untuk culture-nya, mungkin kita bisa atur bagaimana kantor tidak kaku, memperbanyak engagement activity, dan kesempatan belajar yang luas.
EVP tersebut perlu dikemas sedemikian rupa melalui channel-channel yang efektif. Itulah employer branding. Untuk mempertahankan talenta terbaik, saya rasa perlu adanya paradigma “diskriminatif” ya. Dalam talent management, diskriminasi antara talenta terbaik dan talenta yang tdak perform harus jelas dan tegas garis demarkasinya. Implementasinya bisa mulai dari performance bonus, kenaikan pangkat dan golongan, misalnya. Stick and carrot harus ada.
Pertanyaan terakhir, punya pengalaman menarik yang bisa Anda bagikan terkait perjalanan karier Anda selama ini?
Saya rasa ada perlunya bagi saya untuk sharing yang satu ini. Saya pernah menolak tawaran bekerja dengan gaji yang fantastis untuk usia saya karena saya memilih menemani ibu saya di kampung halaman saya di Malang. Saat itu kondisi kesehatan ibu memang sedang menurun.
Saya dengan sangat mantap menolak tawaran tersebut meskipun saya tidak tahu akan bekerja apa di Malang nanti. Mengingat lowongan pekerjaan yang cocok untuk saya memang ada di kota-kota besar.
Tidak sampai sebulan saya menolak tawaran pekerjaan tersebut, saya mendapat tawaran kerja work from anywhere di 5758 Creative Lab. Pekerjaan ini memungkinkan saya untuk bekerja sekaligus menemani ibu saya di Malang. Memang benar adanya, Tuhan itu Maha Pengasih dan Penyayang.
Pengalaman inspiratif lainnya dari profesional yang expert di bidangnya bisa dibaca di Rubrik Profil!