Mersisco Ikhlas: Belajar Desain Otodidak sampai Akhirnya Dapat Klien Luar Negeri
Berawal dari ketertarikan melihat konten-konten media sosial dengan desain yang ciamik, Mersisco Ikhlas mulai belajar otodidak mengenai pembuatan desain konten. Enggak disangka, ketertarikan coba-coba dan belajar sendiri ini menjadi langkah awal karier baru Mersisco. Berbuah keseriusan dan semangat kreativitas, Mersissco mendapatkan proyek sampai ke luar negeri. Di LinkedIn-nya, ia kerap membagikan pengalaman dan pemikiran mengenai desain grafis, untuk sekadar berbagi dan men-trigger kreator lain untuk membagi perspektifnya. Yuk, simak cerita Mersisco di sini!
Bisa ceritakan perjalanan karir Anda sebagai seorang graphic designer, mulai dari awal hingga mencapai posisi Anda saat ini?
Awalnya, aku tertarik sama desain grafis gara-gara sering lihat konten kreatif di media sosial dan mikir, “Seru banget ya bikin visual yang catchy gitu.” Dari situ, aku mulai belajar otodidak pakai software dasar. Awal-awal desainku jujur aja masih kaku dan ngasal banget, tapi aku terus eksplorasi dan nggak malu buat belajar dari desainer lain.
Pertama kali dapet proyek social media design, aku deg-degan banget! Tapi dari situ aku mulai percaya diri dan dapet klien lain. Setelah 4 tahun kerja bareng berbagai klien, skill dan gaya desainku makin berkembang. Sekarang, aku lebih pede buat eksplorasi ide-ide kreatif yang out of the box dan makin enjoy ngeliat desainku bisa ningkatin engagement klien.
Anda pernah bekerja di platform pencarian kerja di Jakarta, media, dan bahkan sebagai freelance designer grafis untuk perusahaan di Amerika. Bagaimana pengalaman-pengalaman ini membentuk Anda sebagai seorang desainer?
Pengalaman di platform pencarian kerja (KitaLulus) di Jakarta ngajarin aku gimana bikin desain yang informatif tapi tetap catchy, karena harus narik perhatian user yang scrolling cepet. Sementara waktu kerja di media agency, aku ngerasain ritme kerja yang cepet banget dan harus bisa update tren setiap saat, bikin aku makin gesit dalam eksekusi desain. Pas mulai freelance untuk perusahaan di Amerika, aku ngerasa awalnya agak grogi karena beda budaya dan ekspektasinya yang jauh berbeda banget. Tapi justru dari situ aku belajar banyak tentang profesionalisme dan cara storytelling yang kuat. Mereka sangat menghargai proses kreatif dan ngasih feedback yang detail, jadi aku makin ngerti gimana caranya bikin desain yang impactful.
Apa perbedaan signifikan yang Anda rasakan dalam dinamika dunia kreatif di Jakarta, Padang, dan saat bekerja dengan perusahaan Amerika?
Jakarta itu super dinamis dan kompetitif. Semua serba cepat dan harus selalu update tren biar nggak ketinggalan. Aku pernah ngerasain revisi desain tengah malam karena campaign klien harus launching besok paginya. Sementara di Padang, ritmenya lebih santai dan komunikasi sama klien lebih personal, kadang malah kayak ngobrol sama temen sendiri. Kalau kerja sama perusahaan Amerika, aku ngerasa lebih bebas dalam eksplorasi gaya desain yang unik. Mereka lebih menghargai storytelling dan nggak ragu buat ambil risiko dengan visual yang out of the box. Ini ngasih aku kesempatan buat ngembangin kreativitas tanpa batasan yang kaku.
Bagaimana Anda melihat perbedaan budaya kerja dan ekspektasi klien di berbagai tempat dan industri tersebut?
Klien di Jakarta biasanya fokus ke hasil yang cepat dan efektif, sering banget ngejar engagement tinggi di social media. Mereka pengennya desain yang bold dan langsung eye-catching. Di Padang, komunikasi lebih santai dan akrab, revisi pun jadi lebih enak dibahas karena suasananya nggak tegang. Sementara itu, klien Amerika sangat detail-oriented dan menghargai proses kreatif yang terstruktur. Mereka sering kasih feedback yang rinci banget, dari warna sampe spacing huruf. Awalnya bikin pusing, tapi aku jadi belajar buat lebih teliti dan disiplin dalam setiap detail desain.
Apa tantangan terbesar yang pernah Anda hadapi dalam karir Anda, dan bagaimana Anda mengatasinya?
Tantangan terbesar yang aku alami itu ngatur waktu antara beberapa proyek sekaligus dengan deadline yang mepet. Pernah satu waktu, aku hampir burnout gara-gara semua klien minta revisi di waktu yang barengan. Cara ngatasinnya, aku mulai belajar manajemen waktu dan bikin skala prioritas. Aku juga jadi lebih tegas buat ngasih timeline yang realistis ke klien, daripada maksain deadline yang bikin kualitas desain jadi nggak maksimal. Sekarang, aku lebih disiplin buat bikin to-do list harian dan selalu nyisihin waktu buat istirahat biar nggak burnout lagi.
Menurut Anda, apa saja tren terkini dalam dunia desain grafis yang perlu diketahui oleh para desainer?
Sekarang lagi booming banget desain minimalis dengan warna-warna bold dan kontras tinggi. Gaya vintage modern juga lagi naik daun, terutama dengan penggunaan font serif yang klasik tapi tetap elegan. Aku sendiri lagi suka banget mainin kombinasi warna neon dan pastel yang bikin desain jadi lebih fresh dan playful. Selain itu, motion graphic dan desain interaktif makin penting di era social media yang serba cepat. Orang-orang lebih tertarik sama konten yang bergerak dan engaging, jadi penting banget buat update skill animasi basic biar desain nggak kaku.
Bagaimana Anda melihat peran desain grafis dalam era digital marketing saat ini?
Desain grafis itu udah jadi kunci utama dalam digital marketing. Visual yang catchy bisa bikin brand lebih stand out di tengah banjirnya konten social media. Aku sering lihat gimana desain yang kreatif bisa ningkatin engagement dan bikin brand jadi top of mind. Selain itu, storytelling lewat desain sekarang jadi senjata ampuh buat nyambungin brand dengan audience secara emosional. Makanya, desain grafis nggak cuma soal estetika, tapi juga tentang gimana cara menyampaikan pesan dengan efektif dan memorable.
Sebagai seseorang yang senang berbagi konten tentang perkembangan desain grafis, apa motivasi Anda dalam melakukan hal tersebut? Dari mana Anda mendapatkan inspirasi untuk membuat konten-konten tersebut?
Motivasi utamaku itu karena aku pengen ngebantu desainer lain biar nggak ngerasa clueless kayak waktu aku pertama kali belajar desain. Aku sering kepikiran, “Andai dulu ada yang ngasih insight kayak gini, pasti belajarnya nggak kelamaan.” Inspirasi biasanya datang dari riset sama tren global, pengalaman pribadi, dan feedback dari audience di social media. Kadang ide konten datang dari pertanyaan-pertanyaan simpel yang sering ditanyain, jadi aku coba bikin konten yang relatable dan gampang dipahami.
Bagaimana Anda melihat perkembangan jenis font, warna, dan elemen desain lainnya dalam industri kreatif?
Jenis font sekarang cenderung ke sans-serif yang clean dan modern, tapi belakangan ini font serif vintage juga lagi comeback. Warna-warna bold dan neon makin populer buat branding yang nyentrik, dan aku suka banget mainin kombinasi ini buat social media design. Elemen desain organik dan fluid shapes juga sering dipake buat kesan dinamis dan playful. Ini bikin desain jadi lebih hidup dan nggak kaku, cocok banget buat target audience Gen Z yang suka hal-hal fun dan fresh.
Apa saja sumber daya atau tools yang Anda rekomendasikan untuk para desainer grafis yang ingin terus mengembangkan diri?
Aku sering banget pake Adobe Creative Cloud, terutama Photoshop dan Illustrator, buat desain yang detail dan fleksibel. Selain itu, Figma juga jadi andalan buat desain UI/UX karena lebih kolaboratif dan praktis buat prototyping. Buat cari inspirasi, aku biasa scrolling di Behance, Dribbble, dan Pinterest. Kadang juga ikutan webinar desain dan baca artikel di Medium biar tetep update sama tren terbaru. Pokoknya, jangan pernah berhenti eksplorasi!
Bagaimana Anda biasanya memulai proses kreatif dalam mengerjakan sebuah proyek desain?
Aku selalu mulai dengan riset mendalam tentang brand dan target audience klien. Dari situ, aku bikin mood board untuk nyari inspirasi visual yang sesuai konsep. Aku juga sering brainstorming ide-ide mentah dulu tanpa mikirin bagus-jelek, biar kreativitasku nggak kebatasin ekspektasi. Setelah nemu konsep yang cocok, aku mulai bikin sketsa kasar sebagai kerangka desain. Baru deh lanjut ke digital execution dan revisi bareng klien sampe hasilnya sesuai ekspektasi mereka. Prosesnya kadang panjang, tapi justru dari sana sering muncul ide-ide tak terduga.
Tips apa yang ingin Anda berikan kepada para desainer grafis muda yang baru memulai karir mereka?
Jangan takut buat eksplorasi dan gagal! Semua desainer pasti pernah bikin desain jelek, tapi dari situ justru kita belajar dan berkembang. Selalu update tren tapi jangan sampai kehilangan gaya desain yang otentik. Cari komunitas desain atau mentor yang bisa ngasih feedback jujur dan membangun. Jangan lupa juga buat bangun portofolio yang kuat dan variatif biar klien bisa lihat potensi kreatifmu. Dan yang paling penting, nikmatin prosesnya dan tetap bersenang-senang!
Selain desain grafis, apakah Anda memiliki minat atau hobi lain yang mempengaruhi atau melengkapi pekerjaan Anda?
Aku juga suka ilustrasi, dan ini sering banget ngebantu buat nambahin elemen unik di social media design yang aku kerjain. Ilustrasi bikin desain jadi lebih personal dan memorable, terutama buat campaign yang butuh storytelling kuat. Selain itu, aku suka ngulik musik sebagai pelarian dari desain. Kadang dengerin musik yang beda genre justru ngasih inspirasi warna atau mood buat desainku. Menurutku, kreativitas itu bisa datang dari mana aja, bahkan dari hobi yang nggak ada hubungannya sama desain sekalipun.