Merekrut Orang-Orang Titipan yang Enggak Capable adalah Awal Kehancuran Perusahaan
Praktik merekrut orang-orang titipan yang tidak memiliki kompetensi yang sesuai dengan posisi yang mereka duduki adalah sebuah keputusan bisnis yang sangat merugikan. Alih-alih memperkuat tim dan meningkatkan kinerja perusahaan, praktik ini justru menjadi bumerang dan membawa perusahaan menuju jurang kehancuran.
Ketika seseorang ditempatkan pada posisi yang tidak sesuai dengan kemampuannya, maka produktivitas tim secara keseluruhan akan terhambat. Beban kerja yang seharusnya dibagi secara merata akan menjadi tidak seimbang, sehingga karyawan yang kompeten akan merasa terbebani dan demotivasi. Hal ini tentu saja akan berdampak negatif pada iklim kerja dan dapat memicu konflik internal.
Mengapa Ada Fenomena "Orang Titipan" di Perusahaan
Fenomena "orang titipan" dalam dunia kerja, khususnya di perusahaan, masih menjadi permasalahan yang cukup sering ditemui. Praktik ini, di mana seseorang ditempatkan pada suatu posisi bukan berdasarkan kompetensi atau hasil seleksi yang adil, melainkan karena adanya hubungan personal atau kepentingan tertentu, telah menjadi semacam budaya dalam beberapa organisasi. Lantas, mengapa fenomena ini masih berlangsung hingga saat ini? Mari kita bahas lebih dalam.
1. Hubungan Personal dan Kekerabatan
Salah satu faktor utama adalah adanya hubungan personal atau kekerabatan antara pemilik perusahaan, pimpinan, atau pemegang saham dengan calon karyawan. Hubungan ini seringkali menjadi pertimbangan utama dalam proses rekrutmen, sehingga kompetensi dan pengalaman calon karyawan menjadi nomor dua. Hal ini dapat terjadi dalam perusahaan keluarga atau perusahaan yang kepemilikannya sangat terkonsentrasi pada beberapa individu.
2. Jaringan dan Kolusi
Jaringan dan kolusi antar individu yang memiliki kepentingan bersama juga menjadi penyebab utama adanya praktik "orang titipan". Misalnya, seorang pejabat pemerintah atau pengusaha yang memiliki pengaruh dapat merekomendasikan orang kepercayaannya untuk ditempatkan pada posisi tertentu di suatu perusahaan.
3. Kultur Organisasi
Kultur organisasi yang tidak sehat dan tidak transparan juga menjadi pemicu fenomena ini. Jika dalam suatu organisasi budaya nepotisme dan favoritisme sudah mengakar, maka akan sulit untuk mengubahnya.
4. Kelemahan Sistem Rekrutmen
Sistem rekrutmen yang tidak efektif dan transparan juga membuka peluang bagi praktik "orang titipan". Misalnya, jika proses seleksi tidak dilakukan secara objektif dan transparan, maka mudah bagi pihak-pihak tertentu untuk mempengaruhi hasil akhir.
5. Tekanan Politik
Dalam beberapa kasus, tekanan politik juga dapat menjadi penyebab adanya praktik "orang titipan". Misalnya, dalam perusahaan BUMN, seringkali terjadi pergantian direksi yang diikuti dengan masuknya orang-orang dari partai politik yang berkuasa.
Orang Titipan Awal Kehancuran Perusahaan? Gimana Bisa?
Seringkali kita mendengar istilah "orang titipan" dalam konteks dunia kerja. Praktik menempatkan seseorang pada posisi tertentu bukan berdasarkan kompetensi dan kinerja, melainkan karena hubungan personal atau kepentingan tertentu, memang masih terjadi di banyak perusahaan. Sekilas, praktik ini mungkin tampak sepele, namun dampaknya terhadap perusahaan bisa sangat fatal. Lantas, bagaimana bisa "orang titipan" menjadi awal kehancuran sebuah perusahaan?
1. Penurunan Produktivitas
Karyawan yang tidak memiliki kompetensi yang sesuai akan kesulitan dalam menjalankan tugasnya. Hal ini akan berdampak pada penurunan produktivitas tim secara keseluruhan. Bayangkan jika seorang yang tidak mengerti tentang pemasaran ditempatkan sebagai kepala divisi pemasaran, tentu saja strategi pemasaran yang dihasilkan tidak akan efektif.
2. Meningkatnya Biaya Operasional
Perusahaan harus mengeluarkan biaya tambahan untuk melatih dan membimbing karyawan yang tidak kompeten. Selain itu, kesalahan yang dilakukan oleh karyawan yang tidak kompeten dapat menimbulkan kerugian finansial yang cukup besar. Misalnya, kesalahan dalam pengambilan keputusan strategis dapat menyebabkan kerugian jutaan rupiah.
3. Kerusakan Reputasi Perusahaan
Kegagalan dalam proyek atau produk yang disebabkan oleh kinerja karyawan yang buruk dapat merusak reputasi perusahaan. Hal ini dapat membuat pelanggan kehilangan kepercayaan dan beralih ke pesaing.
4. Meningkatnya Konflik Internal
Ketidakpuasan karyawan yang kompeten terhadap keberadaan karyawan yang tidak kompeten dapat memicu konflik internal. Hal ini akan menciptakan suasana kerja yang tidak harmonis dan berdampak negatif pada produktivitas.
5. Hambatan Inovasi
Karyawan yang tidak kompeten cenderung menghindari tantangan dan perubahan. Hal ini akan menghambat proses inovasi dalam perusahaan. Padahal, inovasi adalah kunci keberlangsungan hidup sebuah perusahaan di era yang semakin kompetitif.
Praktik "orang titipan" adalah sebuah penyakit yang dapat merusak perusahaan dari dalam. Meskipun terlihat sederhana, dampaknya sangat kompleks dan meluas. Untuk membangun perusahaan yang kuat dan berdaya saing, sangat penting untuk memprioritaskan kompetensi dan kinerja dalam proses rekrutmen. Dengan merekrut orang-orang yang tepat, perusahaan dapat mencapai tujuan bisnisnya, meningkatkan produktivitas, dan menciptakan lingkungan kerja yang positif.
Tanda-Tanda Perekrutan yang Sehat
Perekrutan yang sehat adalah fondasi bagi kesuksesan sebuah perusahaan. Proses perekrutan yang dilakukan secara fair, transparan, dan berdasarkan kompetensi akan menghasilkan tim yang solid dan berdaya saing. Namun, bagaimana cara kita mengetahui apakah sebuah perusahaan memiliki proses perekrutan yang sehat? Berikut adalah beberapa tanda-tanda yang dapat menjadi indikator.
1. Proses Seleksi yang Transparan
Perusahaan dengan proses perekrutan yang sehat akan memiliki tahap seleksi yang jelas dan transparan. Setiap calon karyawan akan melalui tahapan yang sama, seperti tes tertulis, wawancara, atau psikotes. Informasi mengenai persyaratan dan proses seleksi juga akan disampaikan secara terbuka kepada calon karyawan. Hal ini bertujuan untuk memberikan kesempatan yang sama bagi semua pelamar
2. Fokus pada Kompetensi
Perusahaan yang serius dalam membangun tim yang kompeten akan sangat fokus pada kemampuan dan pengalaman calon karyawan. Mereka akan menyusun kriteria yang jelas dan relevan dengan posisi yang ditawarkan, kemudian melakukan penilaian secara objektif.
3. Penggunaan Alat Assesment yang Relevan
Untuk menilai kompetensi calon karyawan, perusahaan yang baik akan menggunakan berbagai alat asesment yang relevan, seperti tes psikologi, tes kemampuan, atau simulasi kerja. Alat-alat ini dapat membantu perusahaan untuk mendapatkan gambaran yang lebih akurat tentang kemampuan dan potensi calon karyawan.
4. Wawancara yang Mendalam
Wawancara merupakan salah satu tahap yang paling penting dalam proses seleksi. Perusahaan yang memiliki proses perekrutan yang sehat akan melakukan wawancara yang mendalam untuk menggali lebih jauh tentang motivasi, minat, dan nilai-nilai yang dimiliki oleh calon karyawan.
5. Tidak Ada Diskriminasi
Perusahaan yang sehat tidak akan melakukan diskriminasi berdasarkan ras, agama, gender, atau latar belakang sosial ekonomi. Semua calon karyawan akan diperlakukan secara adil dan diberikan kesempatan yang sama.
6. Feedback yang Konstruktif
Setelah proses seleksi selesai, perusahaan akan memberikan feedback kepada seluruh calon karyawan, baik yang diterima maupun yang tidak. Feedback yang konstruktif dapat membantu calon karyawan untuk memperbaiki diri dan meningkatkan peluang mereka di masa depan.
7. Follow-up setelah Penerimaan
Perusahaan yang baik akan melakukan follow-up terhadap karyawan baru setelah mereka diterima. Hal ini bertujuan untuk memastikan bahwa karyawan baru dapat beradaptasi dengan baik dan memiliki pengalaman yang positif di perusahaan.
Proses perekrutan yang sehat adalah investasi jangka panjang bagi sebuah perusahaan. Penting bagi setiap perusahaan untuk memiliki sistem rekrutmen yang transparan, objektif, dan berbasis kompetensi. Yuk, cek lowongan kerja di loker.id dan pastikan proses perekrutan berjalan terbuka dan transparan.