Made Savitra: Merangkai Mimpi dari Dokter ke Visioner Healthtech
Menjadi dokter bukan sekadar menyembuhkan penyakit, tetapi juga memahami pasiennya. Itulah yang dilakukan Made Savitra, menggabungkan ilmu medis dengan inovasi teknologi untuk menciptakan dampak yang lebih luas di dunia kesehatan. Perjalanannya dimulai dari ruang UGD hingga ke meja menajemen untuk membuat layanan medis lebih inklusif. Meski sempat menghadapi kegagalan dalam bisnis, Rara selalu bangkit dengan semangat belajar dan berinovasi. Dengan segala tantangan yang ia hadapi, ada satu hal yang tak pernah berubah, yaitu panggilannya untuk terus berbuat baik lewat dunia medis. Yuk, kenalan lebih dekat dengan sosok Made Savitra!
Boleh ceritakan bagaimana perjalanan karier Anda dari seorang dokter umum hingga terlibat dalam manajemen klinis dan riset medis?
Di tahun 2021, sebelum pengumuman kelulusan UKMPPD (Uji Kompetensi Mahasiswa Program Profesi Dokter), kebetulan aku dapat tawaran untuk magang riset di perusahaan start-up yang masih baru buka. Technically, pekerjaan pertama aku sebagai dokter dimulai pas program internship di Rangkasbitung, yang aku jalani sambil tetap bekerja di start-up tersebut. Setelah menyelesaikan internship hingga akhir 2022, aku melanjutkan kerja kontrak di RS setempat.
Pada tahun 2023, aku memutuskan untuk fokus penuh di start-up, khususnya di bidang product development dan medical research. Seiring waktu, aku dipercaya memimpin tim riset medis yang beranggotakan enam orang. Lama-kelamaan, aku jadi ngerasa kangen ketemu pasien. Akhirnya, aku mulai kerja lagi di sebuah klinik dan ngebantu perihal manajemen dan revenue. Setelah operasional klinik berjalan lebih baik dan revenue meningkat, aku kemudian dipercaya menjadi Manager Operasional.
Sayangnya di tahun 2024, owner klinik memutuskan bahwa waktu yang dibutuhkan untuk hit profit itu terlalu lama bagi mereka dan aku gagal untuk take over. Itu jadi pengalaman pertamaku gagal di dunia bisnis, dan masih suka kepikiran kalau aku berhasil dengan kontrak acquisition waktu itu jadinya akan seperti apa ya? Untungnya, aku bisa bangkit dengan membantu ekspansi start-up ke ranah klinis, lalu melanjutkan praktik di klinik tersebut.
Bagaimana pengalaman sebagai dokter membentuk cara berpikir Anda dalam mengelola start-up kesehatan?
Sebenarnya, ada banyak hal yang bisa diaplikasikan. Pelatihan dan pengalaman sebagai dokter itu mengajarkanku untuk mengenali batas diri dan tahu kapan harus meminta bantuan, mengumpulkan data sebanyak mungkin, teliti sebelum mengambil tindakan dan memberi diagnosis, dan yang paling penting adalah bagaimana berkomunikasi dengan baik.
Dari dulu, aku paling suka mengedukasi pasien agar mereka lebih pintar dan lebih kenal badan mereka sendiri setelah konsultasi dengan aku. Mindset ini juga aku terapkan dalam membangun tim. Aku enggak cuma memberikan edukasi, tetapi juga harus bisa numbuhin inisiatif dalam diri mereka terutama jika hal itu penting dan sejalan dengan ambisi mereka.
Apa yang mendorong Anda untuk terlibat dalam pengembangan start-up kesehatan seperti Aman dan MSure?
Aku dulu tertarik masuk Aman karena suka dengan ICD-10. Rasanya keren aja melihat semua diagnosis dan prosedur medis diklasifikasikan dengan rapi. Ternyata, kode diagnostik ini juga digunakan untuk membangun sistem informasi di fasilitas kesehatan, sehingga mempermudah pencarian data medis, mempercepat komunikasi antar tenaga kesehatan, dan menjadi dasar sistem ekonomi kesehatan. Di Aman, aku bisa mengaplikasikan semua itu melalui produk teknologi.
Kalau di MSure, yang merupakan sister company Aman, itu aku berkesempatan untuk ekspansi ekosistem kesehatan secara horizontal. Aman sebagai payor, MSure sebagai provider. Aku bertahan hingga 2025 karena visinya yang kuat dalam memberikan akses layanan kesehatan ke masyarakat luas. Sekarang, walaupun aku sudah tidak di Aman dan MSure, serta sedang fokus membangun start-up lain, visiku tetap sama.
Apa tantangan paling unik dalam membangun start-up healthtech dan insurtech dibandingkan dengan industri kesehatan konvensional?
Dibandingkan start-up lain dulu kali ya, healthtech dan insurtech itu dua hal yang sangat berbeda. Tapi ada satu komponen healthcare yang diandalkan oleh insurance, yaitu healthcare economics. Di start-up lain, ketika mengidentifikasi masalah di suatu industri, kita membuat produk seadanya dulu yang disebut MVP (Minimum Viable Product), baru terjun dan validasi produk tersebut di market. Kalau healthcare, fleksibilitas untuk trial dan eror itu lebih sedikit karena sejatinya berhubungan langsung dengan hidup dan sehatnya manusia. Jadinya standar untuk MVP di healthtech itu sangat berbeda dengan start-up industri lain, harus at least siap untuk human trial. Ini juga yang membedakan dengan industri kesehatan konvensional, yang mana human trial itu baru dilakukan di fase ketiga dari riset produk.
Selain itu, inovasi di industri kesehatan konvensional enggak bisa dilaksanakan secepat membalikkan telapak tangan. Ketika mau membawa perubahan baru, gangguan yang ditimbulkan jangan sampai menghalangi hasil dari pasien. Tantangannya sebagai founder healthtech harus bisa mencari titik tengah, serta bisa validasi dan pivot “produk” dengan cepat tanpa melanggar aturan riset yang sudah dibuat (for good reason ya). Jadi, harus bisa mencari business partner dan investor yang paham tantangan tersebut. Sejatinya investor itu perlu quick growth for quick return, tapi sekarang sudah banyak investor yang specialist untuk healthtech dan sudah lebih paham tantangan-tantangan ini.
Menurut Anda, bagaimana tren healthtech dan insurtech akan mengubah industri kesehatan di Indonesia?
Healthtech dan insurtech itu memang sedang gempar mengubah industri kesehatan di Indonesia dengan menghadirkan solusi yang lebih inklusif dan efisien. Lewat healthtech, seperti telemedicine dan wearable devices, masyarakat yang ada di daerah terpencil pun, bisa lebih mudah mengakses layanan kesehatan. Sementara itu, insurtech mempermudah proses asuransi, mulai dari pendaftaran hingga klaim, dengan biaya yang lebih terjangkau dan personalisasi yang lebih baik. Tantangan seperti minimnya akses kesehatan dan mahalnya biaya bisa diatasi dengan kolaborasi teknologi. Misalnya, data kesehatan dari wearable devices dapat digunakan untuk membuat paket asuransi yang lebih relevan dengan kebutuhan pengguna. Untuk ke depan, kita mungkin akan melihat integrasi AI, blockchain, atau IoT yang semakin memajukan sektor kesehatan di Indonesia
Menurut Anda, apa tantangan terbesar dalam sistem layanan kesehatan Indonesia saat ini?
Konektivitas data antar stakeholder ini lagi sangat digencarkan sama pemerintah, dengan adanya SatuSehat yang nantinya jadi portal satu pintu untuk semua data kesehatan. Intinya semua komponen di ekosistem kesehatan itu perlu satu sumber data yang real time dan tersambung satu sama lain. Walaupun sudah dicanangkan oleh pemerintah, implementasinya di lapangan masih penuh tantangan. Makanya saat ini lagi membangun start-up baru buat ngebantu mengakselerasi proses digitalisasi dan konektivitas data kesehatan di Indonesia dan Asia Tenggara.
Dari berbagai peran yang pernah dijalani, posisi mana yang paling menantang dan mengapa?
Jujur, yang paling menantang itu ketika jadi dokter di rumah sakit, jaga UGD dan ICU. Rasanya sama sekali enggak bisa tenang setiap detik karena memang tugas utamanya untuk alert dan ready for action setiap detik karena aku enggak akan tahu pasien dengan kondisi apa yang akan masuk lewat pintu UGD. Kalau di ICU yang definisinya Intensive Care Unit alias ruang rawat intensif, pasien-pasien di sana bisa kapan saja mengalami penurunan kondisi drastis. Buat aku, bukan misterinya yang bikin menantang tapi rasa tanggung jawab itu kadang terbawa sampai selesai shift dan susah buat bounce back dan relax setelah lama dalam kondisi alert seperti itu, sih. Sebenarnya walau paling menantang, tapi pengalaman jaga di rumah sakit ini juga yang bikin paling kangen.
Apa momen atau pengalaman yang paling berkesan selama perjalanan karier Anda?
Banyak banget. Semua interaksi sama pasien masih aku ingat dan masih aku simpan di memori. Dari awal pasien masuk enggak sadar hingga pulang dalam kondisi perbaikan itu sangat rewarding rasanya, capeknya hilang semua. Kalau di Aman, ada juga pengalaman berkesan waktu ke Jepang untuk ikut Techstars Tokyo Summer 2024. Aman waktu itu terpilih untuk ikut incubator program Techstars yang pertama kali mau diadakan di Tokyo. Dari day one sampai Jepang untuk tujuan selain liburan, sampai hari terakhir setelah demo day aku bersyukur banget bisa ketemu teman-teman founder, mentor, dan juga tim Techstars itu sendiri.
Jika ada satu prinsip kerja yang selalu Anda pegang, apa itu?
Integritas itu sangat penting, di manapun, untuk profesi apapun. Karena aku percaya bahwa integritas adalah fondasi utama untuk membangun kepercayaan, baik dalam kehidupan pribadi maupun profesional. Di dunia kerja, integritas berarti selalu berpegang pada nilai-nilai yang benar, konsisten antara perkataan dan tindakan, serta bertanggung jawab atas keputusan yang diambil termasuk akan konsekuensinya.
Kalau harus menggambarkan gaya kepemimpinan Anda dalam tiga kata, apa saja itu?
Mungkin kalau aku yang milih sendiri akan aku sebut sebagai santai, terstruktur, dan membangun. Aku belajar ini dari buku “The Art of Quiet Influence” dengan membawa inner strength dan dikombinasikan dengan ketenangan ketika memimpin ternyata sangat efektif. Dengan sendirinya anggota tim jadi percaya dengan aku, karena aku juga percaya dengan diriku sendiri.
Apa saran Anda bagi dokter muda yang ingin terlibat lebih jauh dalam manajemen klinis atau startup kesehatan?
Get out there and explore. Salah satu faktor yang menjadi penentu di perjalanan karier aku adalah keberuntungan. Tapi, ada modifiable factor dari keberuntungan and that is to have as much ballots as possible, dan to do that kalian harus ada dimana-mana. Go to conferences, ke events, ikut komunitas tenaga medis, anything, just get out there and explore!
Di tengah kesibukan, bagaimana cara Anda tetap menjaga keseimbangan antara kerja dan kehidupan pribadi?
Harus dijadwalin, Google Calendar is my bestfriend. Awalnya aku belajar dengan setting boundaries dan disiplin dalam diri sendiri buat enggak kerja di jam istirahat dan fokus kerja di jam kerja. Jadinya ada clear boundaries antara aktivitas otak bekerja dan aktivitas otak unwind dan relax.
Kalau bukan di bidang medis dan manajemen kesehatan, kira-kira Anda akan berkarier di bidang apa?
Mungkin seniman ya, dari kecil aku suka banget melukis dan sculpting. Sampai sekarang juga masih dijadikan hobi untuk ngebantu mengalirkan emosi dan feeling yang tertahan karena terlalu sibuk.
Apa satu buku, film, atau kutipan favorit yang selalu menginspirasi Anda dalam bekerja?
Ada kutipan dari “The Myth of Sisyphus” by Albert Camus, ini buku kesukaan yang udah aku baca ulang 3 kali.
“To work and create 'for nothing', to sculpt in clay, to know that one's creation has no future, to see one's work destroyed in a day while being aware that fundamentally this has no more importance than building for centuries- this is the difficult wisdom that absurd thought sanctions. Performing these two tasks simultaneously, negating on one hand and magnifying on the other, is the way open to the absurd creator. He must give the void its colors.”
Intinya, bagian ini merayakan tindakan kreatif sebagai bentuk perlawanan terhadap absurdity yang tak bermakna. Dengan menciptakan sesuatu, sang pencipta menyadari bahwa hidup tidak memiliki makna bawaan, tetapi tetap memilih untuk memberi keindahan, makna, dan keunikan ke dalamnya. Kata-kata ini membantu aku menemukan kebahagiaan dan tujuan dalam proses menciptakan itu sendiri, bukan mencari pengakuan abadi atau keabadian.
Jika bisa makan siang dengan satu tokoh dunia yang menginspirasi Anda dalam bekerja, siapa yang ingin Anda temui dan apa yang ingin ditanyakan?
Salah satu kaisar Romawi yang menulis buku “Meditations” sekaligus tokoh Stoik sangat terkenal, Marcus Aurelius. Satu hal yang selalu bikin aku penasaran dan ingin mencuri ilmu beliau adalah tentang “Bagaimana Bapak Marcus tetap menjaga ketenangan dan fokus pada nilai-nilai utama saat menghadapi tanggung jawab besar dan tekanan dari berbagai pihak?” mengingat beliau sangat menjunjung tinggi nilai-nilai virtue, pengendalian diri, dan hidup sesuai dengan akal dan keadilan.
Baca terus Rubrik Profil di Loker ID untuk mendapatkan insight menarik dari para expert lainnya!