Haris Yuliyanto: Tentang Perjalanan Menjadi Filmmaker yang Sangat Personal

Author
Ditulis olehTim Loker • Update 23 Juni 2024
Rubrik Profil

Haris Yulianto

Bermula dari belajar membuat film di kegiatan ekstrakurikuler saat dibangku sekolah, Haris Yuliyanto jadi tertarik dengan dunia perfilman dan semakin menyeriusi ketika mendapat kesempatan bekerja freelance filmmaker di Semarang ketika masih status mahasiswa. "Awal-awal semua divisi saya coba untuk menemukan kenyamanan, seperti, sound recordist, assistant camera, casting director dan line producer," terang alumni Ilmu Komunikasi Universitas Dian Nuswantoro ini.

Sampai akhirnya Haris ingin membuat film pendek sendiri untuk mendiang ayahnya. Ketika sang ayah berpulang, Haris tidak bisa hadir di momen terakhirnya karena sedang syuting.  Keinginan itu terwujud di tahun 2020, menjadi film pendek filmmaker asal Semarang ini, judulnya adalah "Berlabuh".

Diluar dugaan, film pendek tersebut menjadi pintu pembuka, karena menjadi official selection di ajang Jogja NETPAC Asian Film Festival 2020, dan kejutan terbesarnya adalah film pendek "Berlabuh" juga mendapat kesempatan berkompetisi di salah satu festival film pendek tertua dunia yang berada di Jerman, Internationale Kurzfilmtage Oberhausen 2021. Momentum ini membuat pintu tersebut kian terbuka lebar hingga sekarang.

Saat ini Haris bekerja di almamaternya, sebagai staf laboratorium sekaligus menjadi pekerja lepas di bidang audio visual, spesifikasinya sebagai penulis naskah atau sutradara film pendek. Bagaimana perjalanan hidup dan kecintaan akan kampung halaman mewarnai pengkaryaan Haris? Baca selengkapnya di sini!

Siapa yang menjadi inspirasi Anda dalam berkarya?

Mas Arie Surastio dan Mas Tunggul Banjaransari! Secara personal saya terinspirasi dari beliau-beliau tersebut. Awal sebelum mengenal mereka, saat saya masih di bangku perkuliahan awal. Di sebuah festival film di kota Yogyakarta, saya menonton film mereka, impresi awal saya “film-film ini ajaib” karena serasa dibawa ke dimensi yang berbeda, asing! Intesitas interaksi dengan Mas Arie dan Mas Tunggul meningkat, saat saya tahu mereka mengajar di kampus tempat saya kuliah. Dari pertemuan-pertemuan yang terjadi, saya memahami kalau medium film pendek adalah suatu yang dinamis, tidak ada standar baku yang mengurungnya, medium yang kompleks. Saya juga terdorong untuk tidak hanya lebih sering nonton, namun turut mempelajari banyak hal dengan banyak membaca dan mengobrol bersama orang-orang, ya meski saya sempat praktikkan jatuhnya sok asik hahaha.

Hal lain yang menginspirasi saya adalah background keluarga dan tempat tinggal saya, dua lingkup terdekat saya yang sangat berkiatan dengan pelabuhan dan pelaut. Saat saya menulis cerita untuk film pendek dengan tema pesisir atau yang berhubungan dengan pelaut, saya selalu menemukan sesuatu yang baru mengenai identitas keluarga saya. Bisa dibilang membuat film pendek adalah ruang untuk saya mengenal lebih jauh keluarga dan lingkungan tempat saya tinggal. Asyiknya juga saya merasa seperti time travel dengan mengunjungi kembali lokasi- lokasi di area Pelabuhan yang dulu menjadi wilayah bermain saya dengan teman-teman masa kecil.

Apa saja tantangan terbesar yang Anda hadapi dalam perjalanan karier Anda? Bagaimana Anda mengatasinya?

Saya berproses di Kota Semarang, yang memberikan keasikan tersendiri dalam perjalanan kekaryaan. Tantangan terbesar menurut saya lebih ke konsisten, bagaimana siasat-siasat yang bisa kita lakukan di Kota yang menurut saya industri filmnya sedang tumbuh, jadi lebih sering mencoba trial – error-nya. Salah satu yang mungkin saya dan teman-teman coba adalah membangun skema produksi yang efektif dan sehat. Menciptakan ruang diskusi naskah, mencari kebaruan pendekatan visual dengan produksi berskala kecil adalah beberapa upaya yang dilakukan. Kemudian, yang saya rasa penting dan sering menjadi pengingat bagi saya adalah untuk tetap berkomunikasi dengan sesama pelaku audio visual dan lintas disiplin lain, karena meningkatkan kemungkinan kolaborasi yang unik dan asik.

Bagaimana Anda menyeimbangkan peran Anda sebagai sutradara dan penulis skenario?

Salah satu persoalan yang saya rasa cukup kompleks, karena sering kali saya menulis sebuah skenario film pendek tapi juga turut membatasi eksplorasi cerita dengan pertimbangan teknis, di mana saya selalu bertanya “apakah scene ini bisa dieksekusi dengan baik atau tidak?” Cara yang akhirnya sering saya lakukan adalah dengan menulis dulu semua ide sebagai penulis, kemudian saya coba mengunjungi lokasi cerita yang telah saya tulis, kemungkinan memikirkan apakah tulisan saya sudah cukup kuat mewakili statement saya sebagai sutradara dan bagaimana tulisan ini bisa dieksekusi, apa saja potensi masalahnya. Jika banyak pertimbangan yang memberatkan, akhirnya saya coba olah kembali scene tersebut hingga benar-benar bisa dieksekusi. Dan yang paling penting saya sebagai sutradara / penulis mengajak produser diskusi perihal kemungkinan-kemungkinan produksinya.

Boleh diceritakan tentang film atau proyek yang paling membuat Anda bangga sebagai filmmaker dan mengapa?

Tidak bisa dipugkiri, film pendek pertama saya, "Berlabuh", adalah karya saya yang paling berkesan hingga sekarang. Karena sebagai pembuat film saya merasa bahagia bisa membuatkan almarhum ayah saya sebuah film sebagai kado perpisahan, terlebih Mama saya juga terlibat sebagai pemain hahaha. Perjalanan produksi yang cukup panjang dari tahun 2018 hingga release di tahun 2020, mulai saat saya mahasiswa hingga menjadi pekerja, membuat film tersebut berada di tempat khusus di hati saya.

Bagaimana Anda melihat perkembangan industri film Indonesia saat ini?

Kalau menurut saya ya, industrinya sedang berkembang banget, banyak peluang yang bisa dimanfaatkan oleh para pembuat film di kota yang sedang bertumbuh, seperti saya dan teman- teman di Semarang. Sering kali banyak pendanaan pemerintah yang terbuka untuk umum, dan festival film yang sangat berpotensi untuk menjadi ruang ngebranding nama kita. Saya juga sering mendengar banyak pembuat film layar lebar yang suting di Semarang dan mengajak teman-teman di Semarang untuk menjadi ekstras atau crew, ini adalah peluang yang baik. Mmmm sama saya dan teman-teman biasanya menilai industri film di Semarang tumbuh atau enggak biasanya dari rental alat produksi, jika kian banyak berarti produksinya juga banyak hahaha. Maaf malah mengerucut ke perkembangan film di Semarang dibanding Indonesia!

Apa saran Anda bagi para anak muda yang tertarik untuk berkarier sebagai filmmaker dan penulis skenario?

Yang paling saya rasakan di awal menulis itu sering kali terhambat, karena saya hanya sering menonton dan sangat jarang membaca. Nah, sekarang saya malah sering baca dan jarang nonton hahaha. Membaca perihal apapun baik fiksi maupun non fiksi dan yang penting jangan menutup diri atas berbagai kemugkinan. Mendengar dan mengobrol dengan orang lain bagi saya adalah kemewahan sebagai penulis skenario. Saya pernah punya pengalaman, menemukan sebuah ide saat saya bersama dengan teman membicarakan salah satu teman kami yang baru saja ditangkap polisi. Sebuah hal yang menyenangkan menulis cerita yang akrab dengan kita, ya mungkin itu yang bisa saya sharing haha.

Bagaimana Anda menemukan ide untuk cerita Anda?

Biasanya random banget tiba-tiba aja kepikiran sesuatu, dan biasanya berangkat dari pertanyaan “Bagaiamana ya misal....” Terus berkembang menjadi runtutan peristiwa. Tapi yang sering saya lakukan adalah mengingat kembali interaksi/momen saya dengan orang- orang yang penting bagi saya, seperti, orang tua dan teman-teman. Karena selain menjadi tempat nostalgia biasanya timbul keinginan untuk kembali mengunjungi lokasi di mana momen-momen itu terjadi. Nah dari kegiatan ini timbul ide, berangkatnya “yah tempatnya udah beda ya” terus dikemas dengan konflik lain yang saya dapat entah dari membaca berita atau pengalaman pribadi maupun orang lain. Mmmm...tepatnya mungkin seperti puzzle ya, bisa berangkat dari lokasi dulu, atau konflik dari pengalaman dulu. Dan saya berusaha untuk terbuka sekali dengan perkembangan yang ada, jadi tidak membatasi kemungkinan-kemungkinan yang terjadi selama masih on track.

Secara general, apa yang ingin Anda sampaikan kepada penonton melalui karya Anda?

Kebanyakan cerita saya bertemakan maritim, karena itu adalah hal terdekat saya, Kakek, ayah, paman-paman saya mayoritas pekerja kapal. Fokus saya ini lebih mempertanyakan berbagai kebijakan dan kondisi, yang di mana negara dengan julukan poros maritim tapi banyak pekerjanya yang masih dalam kondisi tidak manusiawi dan dirugikan.

Menurut Anda, apa yang membuat film itu bagus?

Hahaha apa ya, mungkin jawaban yang sering saya dengar adalah film yang jadi dan bertemu penontonnya, saya sangat sepakat atas statement tersebut!. Tapi kalau saya personal, mungkin film yang berangkat dari personal, atau dari cerita film tersebut ada sesuatu yang sangat dekat dengan pembuatnya, sehingga sangat kerasa bahwa filmmaker menguasai materi filmnya. Mungkin itu ya hahaha, karena saya juga pernah menonton sebuah film yang sepertinya pembuatnya berjarak dengan cerita sehingga banyak sekali keanehan dalam

logika penceritaanya.