Arif Yulianto : Berani Mencoba Hal Baru Demi Meraih Peluang Karier di Era Media Digital
Tak disangkal lagi, digitalisasi membuat banyak perubahan kaidah di berbagai aspek. Media konvensional misalnya. Konten yang diproduksi dituntut menyesuaikan diri dengan sentuhan pendekatan digital. Ini adalah pernyataan Arif Yulianto ketika kami bertanya mengenai pendapatnya terkait evolusi media saat ini dan pengaruhnya terhadap konten dan pemasaran produk.
"Promosi sebuah brand yang dulu lebih banyak di tataran ATL dan BTL, kini bergeser ke TTL atau digital marketing. Pun dengan dunia kepenulisan. Dikarenakan medium menulis saat ini didominasi platform digital, seni menulis singkat tapi tetap tepat sasaran sangat diperlukan. Memang mau tidak mau semua harus menyesuaikan diri. Mustahil kita melawan perkembangan zaman," begitu paparnya.
Memang, digitalisasi telah memperluas peluang, dan memberikan banyak opsi. Namun tidak serta merta kita menerimanya mentah-mentah. Perlu ada effort yang sesuai dengan perkembangan digitalisasi tersebut. Bagaimana aksi, reaksi dan perspektif Arif dalam memandang fenomena ini serta seperti apa trek kariernya? Yuk, baca langsung obrolan kami di sini!
Bisa diceritakan bagaimana perjalanan karir Anda dari divisi program di media hingga akhirnya menjadi konsultan penulis dan brand and media strategist? Apa yang mendorong perubahan ini?
Sebetulnya semua didasari oleh adanya motivasi belajar hal baru setelah lebih dari 12 tahun menekuni industri media-broadcasting. Wishlist saya pada saat itu adalah terjun ke ranah marketing communication atau komunikasi dengan harapan value media saya nantinya tetap bisa terpakai. Memang pada dasarnya saya senang sekali mencoba sesuatu yang sama sekali berbeda. Bahkan saya sempat mencoba menjadi Podcast YouTube Channel Creator bersama teman sesama broadcaster, voice over talent, dan Freelance MC.
Setelah resign dari media, akhirnya saya memberanikan diri menerima tawaran remote freelance sebagai Media & Brand Strategist. Sempat juga saya menjalani peran sebagai Product Marketing Communication Specialist untuk salah satu brand skincare, solopreneur, dan terakhir
menjadi konsultan menulis.
Jadi, bisa dibilang 3 tahun terakhir saya belajar banyak sekali hal baru dan itu sesuai dengan harapan saya sebelum memutuskan hiatus dari industri media.
Sebagai seseorang yang memiliki pengalaman di kedua dunia, yaitu media dan freelance, bagaimana Anda melihat perbedaan dan persamaan antara keduanya?
Bekerja di media menuntut ketelitian, militansi, inisiatif, dan kreativitas yang sangat tinggi. Freelance pun kurang lebih dituntut hal yang sama. Hanya saja menjadi seorang freelancer juga diharuskan punya kemandirian dan fleksibilitas. Selain itu, menjadi seorang freelancer juga lebih bebas dalam mengekspresikan gagasan karena tidak ada batasan mengikat di level korporasi.
Apa tantangan terbesar yang pernah Anda hadapi dalam menjalankan kedua peran ini, baik sebagai konsultan penulis maupun brand and media strategist?
Bagi saya Media & Brand Strategist lebih terasa menantang karena ini betul-betul dunia baru di mana saya harus belajar banyak mengenai konsep branding dan marketing secara otodidak. Sangat terasa berat di awal tapi setelah dijalani saya merasa cukup bisa menikmatinya.
Sementara, sebagai konsultan penulisan sebenarnya masih relatif linier dengan ilmu linguistik yang saya pelajari semasa kuliah. Juga sejalan dengan peran saya dulu sebagai Asisten Produksi yang ada kaitannya dengan penulisan script serta konsep kreatif. Hanya saja, saya perlu recalling kemampuan menulis terlebih dahulu karena sudah lama tidak digunakan untuk keperluan profesional.
Apa pendapat Anda tentang pentingnya personal branding bagi seorang penulis atau brand di era digital saat ini?
Buat saya personal branding memang menjadi kunci utama di era digital seperti saat ini. Bayangkan bagaimana bisa seorang penulis profesional atau pun sebuah brand mendapat visibility yang cukup di tengah mudah dan masifnya orang berlomba-lomba memproduksi
konten jika tidak dimulai dari branding yang mumpuni dan otentik. Setiap dari kita, apa pun perannya harus memiliki Unique Selling Point (USP) agar mudah diingat dan menjadi pembeda dari yang lain. Kreativitas sangat bermain di sini.
Bisakah Anda berbagi pengalaman menarik atau berkesan selama berkarir di kedua bidang ini?
Sangat banyak pengalaman yang berkesan dan sulit untuk diceritakan semua. Saya membangun karir di industri media betul-betul dari bawah. Dengan kultur media yang militan serta prinsip zero mistake, saya dituntut untuk bisa beradaptasi dengan sangat cepat dan kuat bekerja dalam tekanan. Bertemu dengan banyak orang baru dari beragam latar belakang atau jam dua dini hari dihubungi kantor untuk
koordinasi masalah layar rasanya sudah jadi menu sehari-hari. Sampai pada akhirnya semua pengalaman itu membentuk karakter saya. Positifnya, karakter tersebut sangat membantu peran saya saat ini sebagai pekerja lepas.
Sebagai seorang konsultan penulis, apa saja masalah atau tantangan yang paling sering dihadapi oleh penulis yang Anda bantu?
Tantangan utamanya adalah bagaimana meramu dan melebur ide dari saya dan klien. Seringnya kami punya dua point of view dan pendekatan yang jauh berbeda. Namun, saya sebisa mungkin terus mengarahkan klien saya agar tetap berada di tujuan awal penulisan.
Sebagai seorang brand and media strategist, bagaimana Anda membantu klien Anda untuk membangun dan memperkuat brand mereka di era digital?
Sebetulnya project freelance ini bersifat semi-charity karena saya dan tim membantu banyak pihak dari kalangan UMKM untuk membentuk branding dasar produk-produk mereka. Bisa dikatakan sifatnya baby-sitting, mendengar input berupa tantangan yang mereka hadapi untuk
kemudian kami evaluasi berdasarkan breakdown strength point, weaknesses, opportunity, dan threats.
Kami juga selalu mencoba mengelaborasikan brand value mereka dengan tren yang ada di market. Pada akhirnya saya beserta tim membangun komunikasi intens dengan mereka mengenai format promosi digital dan offline packaging yang dirasa paling sesuai karena
memang kebutuhan setiap klien berbeda-beda.
Bagaimana Anda mengukur keberhasilan strategi brand dan media yang Anda terapkan untuk klien Anda? Metrik apa yang Anda gunakan?
Premisnya sangat sederhana. Saya membantu mengenalkan produk dan brand mereka, mostly lewat platform digital. Misalnya saya membantu membuat tagline dan memberikan saran konsistensi campaign marketing. Memasukkan unsur media dan kreativitas dalam produksi konten promosi juga menjadi hal yang esensial.
Metriknya tentu cukup beragam, dimulai dari membangun penambahan target market (followers) secara organik yang nantinya tentu harus bisa berdampak langsung pada jumlah penjualan produk mereka. Juga bagaimana produk mereka bisa survive seterusnya setelah proses baby-sitting selesai.
Apa pendapat Anda tentang pentingnya media sosial dalam membangun brand dan menyampaikan pesan kepada audiens?
Tanpa mengesampingkan aspek marketing lain, rasanya harus kita akui bersama bahwa dewasa ini media sosial adalah platform yang wajib dimanfaatkan dan paling ideal dalam membangun sebuah brand reputation beserta penyampaian brand message-nya. Banyak dari kita pasti akan melakukan semacam ‘digital background check’ terlebih dulu sebelum membeli sebuah produk. Lewat medium apa? Sangat bervariasi. Mulai dari website, official Instagram account bahkan sampai google review.
Celakanya, semua itu jadi semacam kitab suci instead of panduan saran. Produk berkualitas sangat mungkin dianggap overrated jika digital branding-nya tidak dikemas apik. Begitu pun sebaliknya. Akhirnya muncul urgensi untuk membangun brand image yang baik dan efektif
pada platform media sosial.
Menurut Anda bagaimana masa depan dunia kepenulisan, brand, dan media di era digital yang semakin terglobalisasi ini?
Tebakan saya ketiganya masih akan sangat berkembang secara dinamis. Setelah terjun di dalamnya, saya melihat sendiri bagaimana masih banyak ruang yang bisa dimaksimalkan. Bahkan masih banyak peluang untuk menemukan kebaruan. Ibarat kata, saat ini semua aspek sekecil apa pun sangat mungkin dijadikan peluru sebagai sarana branding.
Semua itu masih ditambah dengan akses digital tanpa batas (borderless) yang mendekatkan produsen dengan konsumen. Begitu juga dengan industri media dan kepenulisan. Harus ada semacam personal touch dan kedekatan yang dibangun antara viewers atau pembaca.
Untuk karier jangka panjang dan saat ini, pencapaian seperti apa yang Anda harapkan?
Tengah tahun ini genap tiga tahun sudah saya ‘angkat kaki’ dari peranan sebagai full time media worker. Saya bersyukur bisa mendapatkan banyak value baru yang mengisi sebagian kekosongan gelas saya sebelumnya. Tentu saya masih merasa jauh dari kategori kaya secara persona, tetapi di sisi lain saya berharap akan bisa kembali ke dunia korporasi sebagai seorang full-timer dalam waktu dekat. Jujur ada rasa rindu untuk kembali ke rumah lama saya, media, tapi saya juga sangat membuka diri akan peluang karir di luar industri tersebut.
Belakangan ada satu tawaran menarik di bidang yang sangat baru yaitu komunikasi. Jika memang rezeki dan tidak ada kendala yang menghalangi, kemungkinan saya akan segera mempunyai peranan baru yang berarti juga lagi-lagi mengharuskan saya belajar hal baru.
Saya berharap 15 tahun pengalaman karir yang saya miliki di beragam bidang tetap akan bisa terakomodir dengan baik pada peran baru saya nanti. Semoga juga saya bisa menjadi seorang profesional yang memiliki spesialisasi pada satu bidang tertentu tapi di sisi lain juga diikuti
dengan sifat generalis pada bidang-bidang pendukung lainnya.
Inspirasi lainnya dari expert berbeda bisa Anda baca di Rubrik Profil Loker ID!